Ulang Tahun Haram, Benarkah?
الْأَصْلَ فِي
الْأَشْيَاءِ عَلَى أَنَّهَا عَلَى الْإِبَاحَةِ إلَّا مَا اسْتَثْنَاهُ
الدَّلِيلُ
Hukum asal
segala sesuatu adalah boleh, kecuali jika dikecualikan oleh dalil. (al-Bahr
al-Muhith: 7/263).
Ada beberapa
hal yang menyebabkan ulang tahun itu haram;
Pertama: mesti dirayakan setahun sekali,
sesuai peredaran bumi mengelilingi matahari. Dalam keyakinan astrologi Yunani
kuno, peredaran planet berpengaruh terhadap nasib manusia. Maka dirayakan
setahun sekali untuk memohon kepada para dewa agar diberi kebaikan setahun
mendatang. Ini bertentangan dengan hadits:
مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا
مِنَ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Siapa yang
mengambil suatu ilmu dari astrologi, maka ia telah mengambil satu cabang sihir,
ia menambah yang ia tambahkan”. (HR. Abu Daud).
Sedangkan
sihir itu termasuk satu dari tujuh dosa besar. Juga bertentangan dengan hadits:
“Siapa yang
datang kepada peramal, meyakini ucapannya, maka telah kafir kepada apa yang
telah diturunkan kepada nabi Muhammad”. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu
Majah).
Kedua: meniup lilin sembari memanjatkan
doa untuk setahun yang akan datang. Ini adalah bentuk pemujaan agama Majusi
yang menyembah api. Ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan hanya
memohon kepada Allah Swt. Dengan demikian, jika seorang muslim melakukan
tradisi diatas, berarti telah melakukan dua dosa besar, sesuai hadits:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا
هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى
حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ
الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
Rasulullah
Saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar”.
Mereka bertanya:
“Apa saja wahai Rasulullah?”.
Rasulullah
Saw menjawab: “Mempersekutukan Allah, melakukan praktik sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran, makan riba, makan harta anak
yatim, lari dari perang dan menuduh perempuan baik-baik berbuat zina”. (HR.
al-Bukhari).
Adapun
mensyukuri nikmat Allah Swt bernama kelahiran, maka itu merupakan suatu
kewajiban , kelahiran adalah satu dari sekian banyak nikmat yang diberikan
Allah Swt, oleh sebab itu nikmat kelahiran mesti disyukuri. Dalam sebuah hadits
disebutkan:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ « ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ
فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ ».
Rasulullah
Saw ditanya tentang puasa hari Senin? Beliau menjawab: “Hari itu aku
dilahirkan, hari itu aku diangkat menjadi Rasul, atau, hari itu wahyu
diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim).
Menuru
hadits ini, ada tiga alasan mengapa Rasulullah Saw berpuasa setiap hari Senin
sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt, satu diantaranya adalah mensyukuri
nikmat kelahiran. Jika demikian, maka Rasulullah Saw tidak hanya mensyukuri
nikmat kelahiran setahun sekali, bahkan seminggu sekali.
Setiap tanggal 10 Muharram setiap tahun kaum muslimin berpuasa sebagai ungkapan
syukur atas diselamatkannya nabi Musa dari kejaran Fir’aun. Padahal peristiwa
itu telah terjadi ribuan tahun silam, akan tetapi kaum muslimin tetap
melaksanakannya, untuk kembali merasakan nikmat dan mensyukuri nikmat tersebut.
Komentar al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani tentang masalah ini:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم
المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون
ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما من به في
يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة ويعاد ذلك في نظير ذلك اليوم من كل سنة والشكر
لله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة
Sesungguhnya
Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, ia dapati orang Yahudi melaksakan puasa
‘Asyura. Rasulullah Saw bertanya kepada mereka, mereka menjawab: “Hari itu
Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa. Maka kami melaksanakan
puasa bersyukur kepada Allah Swt”. Dapat diambil pelajaran dari riwayat ini
bahwa melakukan perbuatan syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan Allah
pada hari tertentu, apakah dalam bentuk pemberian nikmat atau pun dijauhkan
dari suatu musibah, lalu diulang kembali pada hari yang sama dalam satu tahun.
Syukur kepada Allah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk ibadah, seperti
sujud, puasa, sedekah dan membaca al-Qur’an. (Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani).
Dengan
demikian maka syukur atas nikmat bukanlah sesuatu yang diharamkan, akan tetapi
dengan ungkapan syukur yang dibenarkan oleh syariat Islam dengan memperbanyak
ibadah seperti yang disebutkan al-Hafizh Ibnu Hajar diatas.
Disamping
itu kita juga mendoakan orang lain yang diberi nikmat oleh Allah dalam bentuk
ucapan selamat, agar nikmat tersebut berkekalan, karena sesungguhnya ketika
kita mendoakan orang lain maka sesungguhnya doa itu untuk diri kita sendiri.
Disamping
syukur, hari kelahiran dimaknai dengan mengingat dan introspeksi diri bahwa
umur bukan hadiah, akan tetapi umur adalah amanah yang kelak akan diminta
pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt:
لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ
حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ
فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا
عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Kaki anak
Adam akan tetap berdiri pada hari kiamat di sisi Tuhannya, hingga ia ditanya
tentang lima hal: umurnya kemana ia habiskan? masa mudanya kemana ia gunakan,
hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia gunakan, apa yang telah ia amalkan
dari ilmunya”. (HR. at-Tirmidzi).
Umur adalah
ujian, dengan memberikan umur sesungguhnya Allah Swt sedang menguji apakah
dengan umur itu hamba-Nya beramal atau tidak:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ
وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Dia yang
telah menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji kamu, siapa diantara
kamu yang paling baik amalnya”. (Qs. al-Mulk [67]: 2). Jika kita masih hidup
saat ini, maka sesungguhnya kita sedang diuji oleh Allah Swt apakah kita dapat
membuktikan bahwa umur itu untuk mewujudkan amal terbaik.
Akhirnya,
tak ada yang dapat diucapkan selain mengikut ucapan dalam untaian doa
Rasulullah Saw:
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ
زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah,
jadikan kehidupan sebagai tambahan bagiku dalam semua kebaikan,
Dan jadikan
kematian sebagai peristirahatan bagiku dari semua kejahatan”. (HR. Muslim).